Senin, 07 Februari 2011

Hikayat Mawar

Duh Gusti, ampuni aku jika dalam kelangsungan pertumbuhanku ada sedih yang mengakar, ada getir yang mengudar. dari rekahnya kelopakku, dari harumnya putikku.

Telah kupenuhi palung sunyi di pangkal kelopakku dengan sari putih cinta yang menetes dari sarimu. agar sari pati cintaku rekah dengan berkah, agar putik-putik ranumku melahirkan tunas-tunas bernah.
agar kuncup-kuncupku memekarkan seloka putih, kuning juga merah. merubah kelam menjadi cerah. melantunkan duka menjadi madah. hingga debu tak lagi menoktah di cabang-cabang resah.

Namun malang sungguh tak mampu kudulang ke lembah sebrang. tatkala kumbang-kumbang jantan berdatangan. berebut berdesakan, memagut menandaskan sari pati cintaku dari celah ranum bibirku yang paling lembut memaut namamu.

Selembut kupu-kupu mengepakkan sayap-sayap rindu paling candu, dengan syair cinta paling merdu.
ke setiap helai daunku, ke setiap ruas rantingku dan ke seluruh kulit batangku. hingga angin pun tergetar menderu, menebarkan wangi cintaku ke langit paling tinggi. melampaui istana bidadari. menjumpaimu di seribu taman mimpi.

Namun kini aku terjatuh ke lembah paling sunyi. dengan duri-duri tajam memagari. setelah kumbang-kumbang tualang melesat pergi dan hanya menyisakan sepotong perih pada kelopakku yang koyak dan layu. lantas bagaimana bisa aku membawa rerupaku melintasi subuh. memberimu suguhan cinta paling utuh. dan menghidangkan embun-embun jernih ke hadapan fajar yang putih.

sedang sedih ini telah di mulai dan getirpun siap kutuai
dari sini
Duh Gusti…

Jakarta, Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar