Selasa, 22 Februari 2011

Tawanan Cinta

air mataku kian luruh
hatiku telah jatuh
ke lembah cintaMu ya Rabbi

segala luka
kidung nestapa
memburai gemulai kedalam cahaya
melesat bersama matahari
menukilkan seri abadi

aduhai rindu
betapa keras kuketuk pintumu
telah tandas kusesap candumu

awan-awan putih
embun-embun jernih
adalah syair cinta yang dalam kugali
dari cungkup sukma
yang paling bersih

hingga betapa aku merasa malu
seperti bidadari
tertawan birahi
di altarMu ya Rabbi


Jakarta, Syawal 1431 H

Hujan Senja

Terperangkap pada silap
matamu yang jingga
lantas kuberkaca
menekuri tubuhku
yang hanya berupa butiran-butiran kecil
namun sanggup menitisi pundakmu
yang semula ungu
kini menjadi biru
serupa kuncup perdu
yang malu
menahan usapan getar
jemariku

lantas di tepian samudra sana
wajahku bersujud
mencium kening laut

hingga dari gerbang dadaku
perlahan membuka
sebuah taman cahaya
yang kau panggil bianglala


Jakarta, 22 Februari 2011 (19 Rabi’ul Awal 1432 H)

Pelangi

Asal muasal warnamu adalah matahari yang bersarang di pelupuk hujan yang datang.

Lalu malaikat berkelebat dalam kilat, mendekap doadoa yang terucap, melesatkannya ke palung samudra. Menyuling rerupamu dalam balutan kecantikan sebegitu rupa,
melampaui tujuh kerling cahaya.

Dan aku, hanyalah seonggok kepiting. Bersarang dan berbaring di dada karang dan liang-liang hening, tak lelah mengejarmu hingga ke ujung samudra. Dimana ombak berderak sedia mendamparkanku, mencelupkan nadi cintaku ke lekuk tumitmu hingga menjadi ungu, serona malu,
di pipi senja.

Walau tak kumungkiri kau tidak akan mengerti. Bagaimana perjuanganku menggapaimu. Lantaran aku begitu jauh tersembunyi. Tersembunyi di tubir mimpi, di gigir sepi, melubangi karang menjadi liangku sendiri.

Sementara kawanan burung dari manyar, camar hingga kelelawar, tak hentihenti mengejar dimana pangkalmu berdiri dan lengkungmu menepi.

Melambaikan kelezatan rindu yang seperti tak pernah usai
bagiku
dan bagi mereka yang telah sampai
beruluk salam pada pantai.

Jakarta, 8 Desember 2010 (02 Muharam 1432 H)

Pitutur Padi

Semula aku adalah benih
yang kau semai dengan doa-doa lirih

lalu hujan jatuh berderak
mengajak cangkulmu menyalami sawah sepetak

tak kutemu musim melangkah mundur
namun tidak denganmu kala tandur

hingga kau pun rela bergelung dalam saung-sinung menjagaku
dari sergapan hama wereng hingga belitan benalu

agar tubuhku mumpuni tumbuh merunduk meninggi
merunduk meninggi menaungi isi

mangajar ilmu hidup yang hakiki
yang sabar kau hirup lewat harum jerami

lalu musim berganti
Tuhan me-rahmati

mengisi celung lesungmu
dengan biji-bijiku yang serupa bentuk

benih-benih yang kau semai
dengan serbuk-serbuk doa yang tawadu’


Jakarta, 05 Januari 2010 (29 Muharram 1432 H)

Menuju Subuh

Telah Engkau rengkuh
kami kedalam malamMu
yang teduh

lalu Engkau buai kami
dengan lantunan tembangtembang mimpi
bertasbih bersama langit-bumi
berzikir bersama dedaun
merajut butiran embun

untuk bersama
kami menziarahi subuh
tempat bersuci bagi segala ruh

dan tempat segenap dosa-dosa kami
bersimpuh….


01 Februari 2011 (Shofar 1432 H)

Kidung Kahuripan

Elingo marang sing gawe urip lan patimu
sanadyan priyayi iku dadi trah sliramu
sing kawit alit di among pambayun
ojo banjur gedhe sopo siro sopo ingsun

ora ono pangkat tur drajat
sing bisa mumpuni ing lelakuning diri
anamung iman, taqwa ugi luhuring budhi
sing sejatining bakal dipun tampi
dening Gusti Allah ingkang maha penyipat
ing sedayaning dumadi…


‘Ashar, 02 Maret 2009

Pergi

Aku telah berjanji bahwa suatu hari nanti aku akan pergi. Meninggalkan waktu, percakapan, dan juga sepi. Dan aku akan menepati janjiku itu seperti hati yang tak pernah mendustai. Jangan cemaskan tentang putih, hijau, dan ungu. Warna langit dan taman-taman persinggahanku.
Karena mereka tak kan merasa kehilangan. Karena telah cukup mereka memberiku naungan. Dan tentang segala yang ada padaku nanti juga kulepaskan.
Seperti halnya mimpi yang harus tanggal, kepergian itu pun tak bisa kusangkal. Dan kau juga pasti mengerti. Seperti pagi yang ikhlas melepas matahari. Seperti hitam dan abu-abu yang mengikuti…


31 Maret 2010 (15 Rabiul Akhir 1431 H)

Pada hening

Aku ingin rebah di dadamu
menghirup segar nafas khusyu’mu
mencuri debar ketenanganmu
Yang rapi kau simpan, di dalam selimut diam

ada senyum samar, mekar
di kedut bibirmu
ketika kelopak rembulan ranum berpijar
ketika putik-putik bintang menyemut berpendar
jatuh menghujani tubuhmu
sehingga aromamu yang sunyi
tercium lebih wangi

aku juga ingin belajar
pada hikmat kesabaranmu, pada lamat warnamu
selagi purnama belum bertakhta
selagi gugusan bintang belum meraga
kau sambut salam dan percakapan di dalam senyap
kau peluk rintih dan pinta di dalam lindap.

Kau, hening, yang merajai dingin
berjalanlah ke arahku
aku ingin memaknai semua itu
sehingga menjadi sepertimu:
khusyu’, tenang dan wangi
dan dari lubukmu mengalir damai

11 Rabiul Akhir 1431 H (27 Maret 2010)