(1)
…dan senja mulai menampakkan diri
dengan rambut jingganya yang terurai
menyambut burung-burung datang
dari arah terbit matahari
membawa nyanyian merdu
yang di cipta oleh pagi
lewat tawa para bidadari…
(2)
Aku ingin rebah di dada malam
yang hening
tempat ia menyimpan butiran
embun bening
yang akan ia letakkan
di kelopak mata pagi
ketika gerbang langit membuka
oleh kuning cahaya
lalu biarkan aku tetap menyimpan
embun bening itu
di hening dadaku
walau pagi akan berlalu
walau mentari semakin berjarak
dariku…
(3)
Pagi yang putih.
Telah menyisakan seuntai senyum
pada matahari yang lamat mendaki
pada kisah hari yang telah di mulai
angin datang membawa kabar
daun-daun dan kelopak pun menebar
lalu tanah menanam biji dan benih
di dalam rahim akar
begitulah kehidupan berjalan
dan kisah waktu terus berputar
seperti rindu yang mendebar
memaut lembut rasa kasih yang sabar
menanti waktu perjumpaan…
Rabiul Akhir 1431 H (Maret 2010)
Bissmillahirrahmanirrahim...Ya Allah semoga Engkau membuka hatiku seluas samudera untuk sabar dan ikhlas menyelami Samudera CintaMu yang maha luas dengan ilmuMu dan keridhaanMu dan kelak angkatkan aku dari tempat paling rendah menuju surgaMu tempat paling indah yang dihuni setiap hambaMu yang saleh dan salehah...Amin Ya Allah Ya Robbal 'Alamin
Selasa, 18 Januari 2011
Pada Sebentuk Rindu
Kaukah itu , yang musim kemarin mendatangiku
berdiri di kejauhan
menari dalam iringan
denting irama hujan
lalu kulihat angin singgah
menggugurkan kelopak dan daun-daun
meninggalkan lanskap tak beraturan
pada sebidang tanah yang basah
menupang pokok-pokok pohon
terdengar lamat suara memanggil
seperti sekelebat bayangan
terlahir dari nyanyian
dalam ayunan gending-gending
bermusim-musim kemarin
akh, musim yang memekarkan semak-semak rindu
bagai usapan jemari ibu
mengukirkan guratan tawa
di ruang keluarga kita
09 Juni 2010 (Jumadil Akhir 1431 H)
berdiri di kejauhan
menari dalam iringan
denting irama hujan
lalu kulihat angin singgah
menggugurkan kelopak dan daun-daun
meninggalkan lanskap tak beraturan
pada sebidang tanah yang basah
menupang pokok-pokok pohon
terdengar lamat suara memanggil
seperti sekelebat bayangan
terlahir dari nyanyian
dalam ayunan gending-gending
bermusim-musim kemarin
akh, musim yang memekarkan semak-semak rindu
bagai usapan jemari ibu
mengukirkan guratan tawa
di ruang keluarga kita
09 Juni 2010 (Jumadil Akhir 1431 H)
Makrifat Hati
Adalah syukur
tempat rasa berbaring tenang
ketika getar hati berkecamuk, menggelombang
dan biarkan lengan pagi yang mengayun butiran embun
hingga bergulir, jatuh ke pangkuan tanah
menyapu debu-debu ragu diantara genangan resah
adalah malam
yang membiarkan angan
melukis sendiri warna-warna senyap
dan menggantungkannya di dinding kenang yang mulai kusam
namun tatap nyaman sebagai sandaran rindu yang bisu
lalu tuntun aku meletakkan sejumput rasa ini
di atas sulaman lembut benang-benang ikhlas
dan menjadikannya sebagai tirai penghias
diambang pintu lorong hati, yang tersembunyi
2009
tempat rasa berbaring tenang
ketika getar hati berkecamuk, menggelombang
dan biarkan lengan pagi yang mengayun butiran embun
hingga bergulir, jatuh ke pangkuan tanah
menyapu debu-debu ragu diantara genangan resah
adalah malam
yang membiarkan angan
melukis sendiri warna-warna senyap
dan menggantungkannya di dinding kenang yang mulai kusam
namun tatap nyaman sebagai sandaran rindu yang bisu
lalu tuntun aku meletakkan sejumput rasa ini
di atas sulaman lembut benang-benang ikhlas
dan menjadikannya sebagai tirai penghias
diambang pintu lorong hati, yang tersembunyi
2009
Kepada Samudera Biru
Sekumpulan camar terbang melintas
di atas hamparan birumu yang tanpa riak
hanya buih-buih kecil putih perlahan berarak
kini kawanan camar itu menjadi titik-titik siluet
hingga hilang lepas dari pandanganku
dan kembali aku terpaku kepada samudera biru
kepada keindahannya yang selalu menyihir hatiku
lalu perlahan aku berbalik kearah datangku
menunduk, menapaki kembali samar jejakku
seiring detak hatiku yang tak berhenti mengingatmu
dan mengerti akan rindumu kepada samudera biru
Jumat, 06 Februari 2009
di atas hamparan birumu yang tanpa riak
hanya buih-buih kecil putih perlahan berarak
kini kawanan camar itu menjadi titik-titik siluet
hingga hilang lepas dari pandanganku
dan kembali aku terpaku kepada samudera biru
kepada keindahannya yang selalu menyihir hatiku
lalu perlahan aku berbalik kearah datangku
menunduk, menapaki kembali samar jejakku
seiring detak hatiku yang tak berhenti mengingatmu
dan mengerti akan rindumu kepada samudera biru
Jumat, 06 Februari 2009
Meratapi Sebuah Negeri
pohon-pohon telah tumbang
keadilan habis di tebang
kerontang bumiku
suara-suara terbekap
tangisan tak lagi mengucur
terbenam di kedalaman lumpur
kemana jalannya para nurani
terlampau jauhkah mereka berpaling
dari paras Sang Maha Tinggi
dan jika surat kejujuran
berbalas undangan dakwaan
bagaimana seharusnya berkirim kabar kebenaran
keletihan panjang
wajah-wajah berjuang
di negeri ini
pertautkan kami dengan kesabaran
di antara jeruji-jeruji kemiskinan
menjelang senja, 24 Juni 2009
keadilan habis di tebang
kerontang bumiku
suara-suara terbekap
tangisan tak lagi mengucur
terbenam di kedalaman lumpur
kemana jalannya para nurani
terlampau jauhkah mereka berpaling
dari paras Sang Maha Tinggi
dan jika surat kejujuran
berbalas undangan dakwaan
bagaimana seharusnya berkirim kabar kebenaran
keletihan panjang
wajah-wajah berjuang
di negeri ini
pertautkan kami dengan kesabaran
di antara jeruji-jeruji kemiskinan
menjelang senja, 24 Juni 2009
Langganan:
Postingan (Atom)