Terperangkap pada silap
matamu yang jingga
lantas kuberkaca
menekuri tubuhku
yang hanya berupa butiran-butiran kecil
namun sanggup menitisi pundakmu
yang semula ungu
kini menjadi biru
serupa kuncup perdu
yang malu
menahan usapan getar
jemariku
lantas di tepian samudra sana
wajahku bersujud
mencium kening laut
hingga dari gerbang dadaku
perlahan membuka
sebuah taman cahaya
yang kau panggil bianglala
Jakarta, 22 Februari 2011 (19 Rabi’ul Awal 1432 H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar